TUJUAN KURIKULUM PAI DALAM
UNDANG-UNDANG PENDIDIKAN
Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengembangan Materi Ajar dan Kurikulum PAI
Dosen Pengampu :
1.Dr. Muhajir, M.A
2.Dr.
H. Wawan Wahyudin, M. Pd.
Oleh :
Iwan Ridwan
NIM : 1140101047
PROGRAM
PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SULTAN MAULANA HASANUDIN BANTEN
TAHUN 2012 M/1433
” SERANG ”
TUJUAN KURIKULUM PAI DALAM UNDANG-UNDANG PENDIDIKAN
Oleh : Iwan Ridwan[1]
A.
Pendahuluan
Diskursus
kurikulum sampai saat ini masih hangat untuk diperbincangkan. Sebab kurikulum
mempunyai peranan yang sangat signifikan dalam dunia pendidikan, bahkan bisa
dikatakan bahwa kurikulum memegang kedudukan dan kunci dalam pendidikan, hal
ini berkaitan dengan penentuan arah, isi, dan proses pendidikan, yang pada
akhirnya menentukan macam dan kualifikasi lulusan suatu lembaga pendidikan.
Kurikulum menyangkut rencana dan pelaksanaan pendidikan baik dalam lingkup
kelas, sekolah, daerah, wilayah maupun nasional[2].
Semua orang berkepentingan dengan kurikulum, sebab kita sebagai orang tua,
sebagai warga masyarakat, sebagai pemimpin formal ataupun informal selalu
mengharapkan tumbuh dan berkembangnya anak, pemuda, dan generasi muda yang
lebih baik, lebih cerdas, lebih berkemampuan. Kurikulum mempunyai andil yang
cukup besar dalam melahirkan harapan tersebut.
Kurikulum
sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang cukup sentral dalam
keseluruhan kegiatan pembelajaran, menentukan proses pelaksanaan dan hasil
pendidikan. Mengingat pentingnya peran kurikulum dalam pendidikan dan dalam
perkembangan kehidupan peserta didik nantinya, maka pengembangan kurikulum
tidak bisa dikerjakan sembarangan[3]
harus berorentasi kepada tujuan yang jelas sehingga akan menghasilkan hasil
yang baik dan sempurna.
Disamping
itu, program pendidikan harus dirancang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan
diorentasikan pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang dan
akan terjadi. Oleh karena itu, kurikulum sekarang harus dirancang oleh guru
bersama-sama masyarakat pemakai.
Untuk
bisa merancang kurikulum yang demikian, guru harus memiliki peranan yang amat
sentral. Oleh karena itu pula, kompetensi manajemen pengembangan kurikulum
perlu dimiliki oleh setiap guru di samping kompetensi teori belajar.
Pendidikan
Islam adalah sistem pendidikan yang sengaja didirikan dan diselenggarakan
dengan hasrat dan niat (rencana yang sungguh-sungguh) untuk mengejawantahan
ajaran dan nilai-nilai Islam, sebagaimana tertuang atau terkandung dalam visi,
misi, tujuan, program kegiatan maupun pada praktik pelaksanaan pendidikannya.
Pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam (PAI) merupakan salah satu
perwujudan dari pengembangan sistem pendidikan Islam[4].
Di
tengah-tengah pesatnya inovasi pendidikan, terutama dalam konteks pengembangan
kurikulum, sering kali para guru PAI merasa kebingungan dalam menghadapinya.
Apalagi inovasi pendidikan tersebut cenderung bersifat top-down innovation
dengan strategi power coersive atau strategi pemaksaan dari
atasan (pusat) yang berkuasa. Inovasi ini sengaja diciptakan oleh atasan
sebagai usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan agama Islam ataupun untuk
meningkatkan efisiensi serta efektifitas pelaksanaan PAI dan sebagainya.
B.
Pembahasan
Sebelum
mengkaji lebih jauh tentang pengembangan kurikulum PAI, perlu dikemukakan
terlebih dahulu apa itu kurikulum. Kata “Kurikulum”berasal dari kata Yunani
yang semula digunakan dalam bidang olah raga, yaitu currere yang berarti
jarak tempuh lari, yakni jarak yang
harus ditempuh dalam kegiatan berlari mulai dari star hingga finish. Jarak dari
star sampai finish ini kemudian yang disebut dengan currere[5].
Dalam
bahasa Arab, istilah “kurikulum” diartikan dengan Manhaj, yakni jalan
yang terang, atau jalan yang terang yang dilalui oleh manusia pada bidang kehidupannya[6].
Dalam konteks pendidikan, kurikulum berarti jalan terang yang dilalui oleh
pendidik/guru dengan peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan,
keterampilan dan sikap serta nilai-nilai[7].
Al-Khauly (1981) menjelaskan bahwa al-Manhaj sebagai seperangkat rencana
dan media untuk mengantarkan lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan
pendidikan yang diinginkan.
Sementara
itu menurut E. Mulyasa[8]
bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
kompetensi dasar, materi standar, dan hasil belajar, serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai hasil
kompetensi dasar dan tujuan pendidikan.
Berdasarkan
study yang telah dilakukan oleh banyak ahli, dapat disimpulkan bahwa pengertian
kurikulum dapat ditinjau dari dua sisi yang berbeda, yakni menurut pandangan
lama dan pandangan baru.
Pandangan
lama, atau sering juga disebut pandangan tradisional, merumuskan bahwa
kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh murid untuk
memperolah ijazah[9].
Pengertian
kurikulum secara tradisional di atas mempunyai implikasi sebagai berikut :
1.
Kurikulum
terdiri atas sejumlah mata pelajaran. Mata pelajaran sendiri pada hakikatnya
adalah pengalaman nenek moyang di masa lampau. Berbagai pengalaman tersebut
dipilih, dianalisis, serta disusun secara sistematis dan logis, sehingga muncul
mata pelajaran seperti sejarah, ilmu bumi, ilmu hayat, dan sebagainya.
2.
Mata pelajaran
adalah sejumlah informasi atau pengetahuan, sehingga penyampaian mata pelajaran
pada siswa akan membentuk mereka menjadi manusia yang mempunyai kecerdasan
berfikir.
3.
Mata pelajaran
menggambarkan kebudayaan masa lampau. Adapun pengajaran berarti penyampaian
kebudayaan kepada generasi muda.
4.
Tujuan
mempelajari mata pelajaran adalah untuk memperoleh ijazah. Ijazah diposisikan
sebagai tujuan, sehingga menguasai mata pelajaran berarti telah mencapai tujuan
belajar.
5.
Adanya aspek
keharusan bagi setiap siswa untuk mempelajari mata pelajaran yang sama.
Akibatnya, faktor minat dan kebutuhan siswa tidak dipertimbangkan dalam
penyusunan kurikulum.
6.
Sistem
penyampaian yang digunakan oleh guru adalah sistem penuangan (imposisi).
Akibatnya, dalam kegiatan belajar gurulah yang lebih banyak bersikap aktif,
sedangkan siswa hanya bersifat pasif belaka[10].
Sebagai
perbandingan, ada baiknya kita kutip pula pendapat lain seperti yang
dikemukakan oleh Romine (1954). Pandangan ini dapat digolongkan sebagai
pendapat yang baru (modern), yang dirumuskan sebagai berikut :
“Curriculum
is interpreted to mean all of the organized courses, activities, and
experiences which pupils have under direction of the school, whether in the
classroom or not”
Implikasi perumusan di atas adalah sebagai berikut :
1.
Tafsiran
tentang kurikulum bersifat luas, karena kurikulum bukan hanya terdiri atas mata
pelajaran (courses), tetapi meliputi semua kegiatan dan pengalaman yang
menjadi tanggung jawab sekolah.
2.
Sesuai dengan
pandangan ini, berbagai kegiatan di luar kelas (yang dikenal dengan
ekstrakurikuler) sudah tercakup dalam pengertian kurikulum. Oleh karena itu,
tidak ada pemisahan antara intra dan ekstrakurikulum.
3.
Pelaksanaan
kurikulum tidak hanya dibatasi pada keempat dinding kelas saja, melainkan
dilaksanakan baik di dalam maupun di luar kelas, sesuai dengan tujuan yang
hendak dicapai.
4.
Sistem
penyampaian yang dipergunakan oleh guru disesuaikan dengan kegiatan atau
pengalaman yang akan disampaikan. Oleh karena itu, guru harus mengadakan
berbagai kegiatan belajar mengajar yang bervariasi, sesuai dengan kondisi
siswa.
5.
Tujuan
pendidikan bukanlah untuk menyampaikan mata pelajaran (courses) atau
bidang pengetahuan yang tersusun (subject), melainkan pembentukan
pribadi anak dan belajar cara hidup di dalam masyarakat[11].
Dari dua sudut pandangan kurikulum di atas bahwa pengertian yang
lama tentang kurikulum lebih menekankan pada isi pelajaran atau mata kuliah,
dalam arti sejumlah mata pelajaran atau kuliah di sekolah atau perguruan
tinggi, yang harus ditempuh untuk mencapai suatu ijazah atau tingkat, juga
keseluruhan pelajaran yang disajikan oleh suatu lembaga pendidikan. Demikian
pula definisi yang tercantum dalam UU Sisdiknas Nomor 2/1989.
Definisi kurikulum yang tertuang dalam UU Sisdiknas Nomor 20/2003
dikembangkan kea rah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi,
dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dengan
demikian, ada tiga komponen yang termuat dalam kurikulum, yaitu tujuan, isi dan
bahan pelajaran, serta cara pembelajaran, baik yang berupa strategi pembelajaran
maupun evaluasinya[12].
C. Konsep Kurikulum
Kurikulum adalah rencana tertulis tentang kemampuan yang harus
dimiliki berdasarkan standar nasional, materi yang perlu dipelajari dan
pengalaman belajar yang harus dijalani untuk mencapai kemampuan tersebut, dan
evaluasi yang perlu dilakukan untuk menentukan tingkat pencapaian kemampuan
peserta didik, serta seperangkat peraturan yang berkenaan dengan pengalaman
belajar peserta didik dalam mengembangkan potensi dirinya pada satuan
pendidikan tertentu.
1.
Standar
Nasional pendidikan adalah pernyataan mengenai kualitas hasil dan komponen-komponen
sistem yang berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan di seluruh wilayah
hukum R.I. pada jenjang, jenis atau jalur pendidikan tertentu. Standar nasional
pendidikan mencakup standar isi, standar pembelajaran, standar pengembangan
tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, dan standar evaluasi
pendidikan yang wajib dicapai oleh masing-masing satuan pendidikan pada setiap
jenis dan jenjang pendidikan.
2.
Pengajaran
adalah proses interaksi peserta didik dan sumber belajar di suatu lingkungan
belajar tertentu dalam upaya pendidikan tertentu
3.
Peserta didik
adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi dirinya melalui
pengalaman belajar yang tersedia pada jalur, jenis dan jenjang pendidikan
tertentu.
4.
Satuan
pendidikan adalah lembaga penyelenggaraan pendidikan, seperti kelompok bermain,
tempat penitipan anak, taman kanak-kanak, sekolah, perguruan tinggi, kursus dan
kelompok belajar.[13]
5.
Kurikulum
sebagai program studi.
Pengertiannya adalah seperangkat mata pelajaran yang mampu
dipelajari oleh anak didik di sekolah atau di Instansi pendidikan lainnya.
6.
Kurikulum
sebagai konten.
Pengertiannya adalah data atau informasi yang tertera dalam
buku-buku kelas tanpa dilengkapi dengan data atau informasi lainnya yang memungkinkan
timbulnya belajar.
7.
Kurikulum
sebagai kegiatan berencana.
Kegiatan yang direncanakan tentang hal-hal yang akan diajarkan dan
dengan cara bagaimana hal itu dapat diajarkan dengan berhasil.
8.
Kurikulum
sebagai hasil belajar.
Seperangkat tujuan yang utuh untuk memperoleh suatu hasil tertentu
tanpa menspesifikasikan cara-cara yang dituju untuk memperoleh hasil-hasil itu,
atau seperangkat hasil belajar yang direncanakan dan diinginkan.
9.
Kurikulum
sebagai reproduksi kultural.
Transper dan refleksi butir-butir kebudayaan masyarakat, agar
dimiliki dan difahami anak-anak generasi muda masyarakat tersebut.
10. Kurikulum sebagai pengalaman belajar.
Keseluruhan pengalaman belajar yang direncanakan di bawah pimpinan
sekolah.
11. Kurikulum sebagai produksi.
Seperangkat tugas yang harus dilakukan untuk mencapai hasil yang
ditetapkan terlebih dahulu.[14]
Dalam sistem pendidikan kurikulum sebagai salah satu komponen,
namun kurikulum itu sendiri juga mempunyai beberapa komponen. Hasan Langgulung
memandang bahwa kurikulum mempunyai empat komponen utama, yaitu :
1.
Tujuan-tujuan
yang ingin dicapai oleh pendidikan itu. Dengan lebih tegas lagi orang yang
bagaimana yang ingin kita bentuk dengan kurikulum tersebut.
2.
Pengetahuan (knowledge),
informasi-informasi, data-data, aktifitas-aktifitas, dan pengalaman-pengalaman
dari mana terbentuk kurikulum itu. Bagian inilah yang disebut dengan mata
pelajaran.
3.
Metode dan
cara-cara mengajar yang dipakai oleh guru-guru untuk mengajar dan memotivasi
murid untuk membawa mereka kea rah yang dikehendaki oleh kurikulum.
4.
Metode dan cara
penilaian yang dipergunakan dalam mengukur dan menilai kurikulum dan hasil
proses pendidikan yang direncanakan kurikulum tersebut.[15]
D. Dasar Kurikulum Pendidikan Islam
Kurikulum sebagai salah satu komponen pendidikan yang sangat
berperan dalam mengantarkan pada tujuan pendidikan yang diharapkan, harus
mempunyai dasar-dasar yang merupakan kekuatan utama yang mempengaruhi dan
membentuk materi kurikulum, susunan dan organisasi kurikulum.
Herman H. Horne memberikan dasar bagi penyusunan kurikulum dengan
tiga macam, yaitu :
1.
Dasar
Psikologis, yang digunakan untuk memenuhi dan mengetahui kemampuan yang
diperoleh dari pelajar dan kebutuhan anak didik (the ability and needs of
children).
2.
Dasar
Sosiologis, yang digunakan untuk mengetahui tuntunan yang sah dari masyarakat (the
legitimate demands of society)
3.
Dasar
Filosofis, yang digunakan untuk mengetahui keadaan alam semesta tempat kita
hidup (the kind of universe in which we live).[16]
Sementara
itu Al-Syaibani menawarkan dasar-dasar kurikulum sebagai berikut :
1.
Dasar Agama,
tujuan dan kurikulumnya pada dasar agama Islam dengan segala aspeknya. Dasar
agama ini dalam kurikulum pendidikan Islam jelas harus berdasarkan pada
al-Qur’an, al-Shunnah dan sumber-sumber yang bersifat furu’ lainnya.
2.
Dasar Falsafah,
dasar ini memberikan pedoman bagi tujuan pendidikan Islam secara filosofis,
sehingga tujuan, isi dan organisasi kurikulum mengandung suatu kebenaran dan
pandangan hidup dalam bentuk nilai-nilai yang diyakini sebagai suatu kebenaran,
baik ditinjau dari sisi ontology, epistimologi, maupun aksiologi.
3.
Dasar
Psikologi, dasar ini memberikan landasan dan perumusan bahwa dalam perumusan
kurikulum yang sejalan dengan ciri-ciri perkembangan psikis peserta didik,
sesuai dengan tahap kematangan dan bakatnya.
4.
Dasar Sosial,
dasar ini memberikan gambaran bagi kurikulum pendidikan Islam yang tercermin
pada dasar sosial yang mengandung ciri-ciri masyarakat Islam dan kebudayaannya.
Baik dari segi pengetahuan, nilai-nilai ideal, cara berfikir dan adat
kebiasaan, seni dan sebagainya. Kaitannya dengan kurikulum pendidikan Islam
sudah tentu kurikulum ini harus mengakar terhadap masyarakat dan perubahan dan
perkembangannya.[17]
E.
Pengembangan
Kurikulum PAI
Pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam (PAI) dapat diartikan
sebagai : (1) kegiatan menghasilkan kurikulum PAI atau (2) proses yang
mengaitkan satu komponen dengan yang lainnya untuk menghasilkan kurikulum PAI
yang lebih baik; dan atau (3) kegiatan penyusunan (desain), pelaksanaan,
penilaian dan penyempurnaan kurikulum PAI.
Dalam realitas sejarahnya, pengembangan kurikulum PAI tersebut
ternyata mengalami perubahan-perubahan paradigma[18]
walaupun dalam beberapa hal tertentu paradigm sebelumnya masih tetap dipertahankan
hingga sekarang. Hal ini dapat dicermati dari fenomena berikut : (1) perubahan
dari tekanan pada hafalan dan daya ingatan tentang teks-teks dari ajaran-ajaran
agama Islam, serta disiplin mental spiritual sebagaimana pengaruh dari timur
tengah, kepada pemahaman tujuan, makna dan motivasi beragama Islam untuk
mencapai tujuan pembelajaran PAI; (2) perubahan dari cara berfikir tekstual,
normatif, absolutis kepada cara berfikir historis, empiris, dan kontekstual
dalam memahami dan menjelaskan ajaran-ajaran dan nilai-nilai agama Islam; (3)
perubahan dari tekanan pada produk atau hasil pemikiran keagamaan Islam dari
para pendahulunya kepada proses atau metodologinya sehingga menghasilkan produk
tersebut; (4) perubahan dari pola pengembangan kurikulum PAI yang hanya
mengandalkan pada para pakar dalam memilih dan menyusun isi kurikulum PAI ke
arah keterlibatan yang luas dari para pakar, guru, peserta didik, masyarakat
untuk mengidentifikasi tujuan PAI dan cara-cara mencapainya.[19]
F.
Fungsi
Kurikulum PAI
1.
Bagi sekolah/madrasah
yang bersangkutan :
a.
Sebagai alat
untuk mencapai tujuan pendidikan agama Islam yang diinginkan atau dalam istilah
KBK disebut standar kompetensi PAI, meliputi fungsi dan tujuan pendidikan
nasional, kompetensi lintas kurikulum, kompetensi tamatan/lulusan, kompetensi
bahan kajian PAI, kompetensi mata pelajaran PAI (TK, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA),
kompetensi mata pelajaran kelas (I, II, III, IV, V, VI, VIII, IX, X, XI, XII).
b.
Pedoman untuk
mengatur kegiatan-kegiatan pendidikan agama Islam di sekolah/madrasah.
2.
Bagi
sekolah/madrasah di atasnya :
a.
Melakukan
penyesuaian.
b.
Menghindari
keterulangan sehingga boros waktu
c.
Menjaga
kesinambungan
3.
Bagi masyarakat
:
a.
Masyarakat
sebagai pengguna lulusan (users), sehingga sekolah/madrasah harus mengetahui
hal-hal yang menjadi kebutuhan masyarakat dalam konteks pengembangan PAI.
b.
Adanya
kerjasama yang harmonis dalam hal pembenahan dan pengembangan kurikulum PAI.[20]
G. Proses Pengembangan Kurikulum
Dalam mengembangkan suatu kurikulum banyak pihak yang turut
berpartisipasi, yaitu : administrator pendidikan, ahli pendidikan, ahli
kurikulum, ahli bidang ilmu pengetahuan, guru-guru, dan orang tua murid, serta
tokoh-tokoh masyarakat. Dari pihak-pihak tersebut yang secara terus menerus
turut terlibat dalam pengembangan kurikulum adalah : administrator, guru, dan
orang tua.[21]
Dalam mengembangkan kurikulum, kurikulum yang dimaksud di sini
adalah kurikulum PAI dimulai dari kegiatan perencanaan kurikulum. Dalam
menyusun perencanaan ini didahului oleh ide-ide yang akan dituangkan dan dikembangkan
dalam program. Ide kurikulum bisa berasal dari :
1.
Visi yang
direncanakan
Visi
(vision) adalah the statement of ideas or hopes, yakni pernyataan
tentang cita-cita atau harapan-harapan yang ingin dicapai oleh suatu lembaga
pendidikan dalam jangka panjang.
2.
Kebutuhan
stakeholders (siswa, masyarakat, pengguna lulusan), dan kebutuhan untuk studi
lanjut.
3.
Hasil evaluasi
kurikulum sebelumnya dan tuntutan perkembangan ipteks dan zaman.
4.
Pandangan-pandangan
para pakar dengan berbagai latar belakangnya.
5.
Kecenderungan
era globalisasi yang menuntut seseorang untuk memiliki etos belajar sepanjang
hayat, melek sosial, ekonomi, politik, budaya dan teknologi.[22]
H. Tujuan Pengembangan Kurikulum
Istilah yang digunakan untuk menyatakan tujuan pengembangan
kurikulum adalah goals dan objectives. makna tujuan, khususnya
tujuan pendidikan nasional adalah berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreaktif, mandiri, dan menjadi
warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[23]
Secara lebih jauh, tujuan berfungsi sebagai pedoman bagi pengembangan
tujuan-tujuan spesifik (objectives), kegiatan belajar, implementasi
kurikulum, dan evaluasi untuk mendapatkan balikan (feedback).
Mengingat pentingnya tujuan, tidak heran jika perumusan tujuan
menjadi langkah pertama dalam pengembangan kurikulum. Filosofi yang dianut
pendidikan atau sekolah biasanya menjadi dasar pengembangan tujuan. Oleh karena
itu, tujuan hendaknya merefleksikan kebijakan, kondisi masa kini dan masa
datang, prioritas, sumber-sumber yang sudah tersedia, serta kesadaran terhadap
unsur-unsur pokok dalam pengembangan kurikulum.[24]
I.
Kurikulum dan
Tujuan Pendidikan
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa dalam pencapaian akhir
pendidikan dapat dilakukan sekaligus, akan tetapi secara bertahap, dan setiap
tahap atau menuju sasaran yang sama. Tahap-tahap yang dikembangkan dalam
pendidikan umum adalah berakhir pada tujuan Nasional sebagai tujuan umum yang
secara terbatas ditentukan pula oleh falsafah Negara itu masing-masing. Bahkan
pada zaman modern ini kita dapati pendidikan merupakan pantulan dari falsafah
suatu bangsa dan ialah yang merupakan juru bicara dari semangat bangsa
tersebut. Oleh karena itu sesuai dengan kepentingan setiap Negara, berdasarkan
falsafah bangsa itu, maka ke situ pulalah pendidikan itu diarahkan. Selanjutnya
untuk mencapai pendidikan (sekolah) menyusun kurikulum tertentu sebagai pedoman
dalam proses pembelajaran.[25]
J.
Kerangka Dasar
Kurikulum Pendidikan Islam
Pendidikan Islam yang berfalsafah al-Qur’an sebagai sumber
utamanya, menjadikan al-Qur’an sebagai sumber utama penyusunan kurikulumnya.
Muhammad Fadhil al-Jamili mengemukakan bahwa al-Qur’an al-Karim
adalah kitab terbesar yang menjadi sumber filsafat pendidikan dan pengajaran
bagi umat Islam. Sudah seharusnya kurikulum pendidikan Islam disusun sesuai
dengan al-Qur’an dan ditambah dengan al-Hadits yang melengkapinya.
Di dalam al-Qur’an dan Hadits ditemukan kerangka dasar dan dapat
dijadikan sebagai pedoman dan penyusunan kurikulum pendidikan Islam. Kerangka
dasar tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Sesuai dengan
al-Qur’an bahwa yang menjadi kurikulum ini (intra curiculer) pendidikan Islam
adalah “Tauhid” dan harus dimantapkan sebagai unsur pokok yang tidak dapat
dirubah. Pemantapan kalimat tauhid sudah dimulai semenjak bayi dilahirkan
dengan memperdengarkan adzan dan iqomah terhadap bayi yang dilahirkan.
2.
Kurikulum inti
(Intra Curiculer) selanjutnya adalah perintah ‘Membaca’ ayat-ayat Allah yang
meliputi 3 macam ayat yaitu : (1) ayat Allah yang berdasarkan wahyu. (2) ayat
Allah yang ada pada diri manusia, dan (3) ayat Allah yang terdapat di dalam
alam semesta di luar diri manusia.
Firman
Allah SWT
إقرأ باسم ربّك الّذى خلق, خلق ا لإنسان من علق, إقرأ وربّك الأكرم,
الّذى علّم با لقلم, علّم الإنسان ما لم يعلم
( العلق : ۱ـ۵ )
Artinya
: “Bacalah! Dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan manusia dari
segumpal darah. Bacalah! Dan Tuhanmulah yang maha Pemurah yang mengajarkan
(manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.
(Q.S. al-Alaq : 1-5).
Ditinjau dari segi kurikulum sebenarnya firman Allah SWT itu
merupakan bahan pokok pendidikan yang mencakup seluruh Ilmu pengetahuan yang
dibutuhkan oleh manusia[26].
Membaca selain melibatkan proses mental yang tinggi, pengenalan (cognition),
ingatan (memory), pengamatan (perception), pengucapan (verbalization),
pemikiran (reasoning), daya cipta (creativity),[27] juga
sekaligus merupakan bahan pendidikan itu sendiri. Mungkin taka ada satu
kurikulum pendidikan di dunia ini yang tidak mencantumkan membaca sebagai
materinya, bahkan umumnya membaca ini ditempatkan dari sekolah dasar, perguruan
tinggi dengan berbagai variasi.
Kelima ayat tersebut pada dasarnya telah mencakup kerangka
kurikulum pendidikan Islam yang wajib dijabarkan sebagai berikut :
1.
Bacalah! Dengan
menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Tekanan yang terkandung dalam ayat ini
adalah kemampuan membaca yang dihubungkan dengan nama Tuhan sebagai Pencipta.
Hal ini erat hubungannya dengan ilmu naqli (perennial knowledge).
2.
Dia menciptakan
manusia dari segumpal darah. Ayat tersebut mendorong manusia untuk
mengintropeksi menyelidiki tentang dirinya dimulai dari proses kejadian
dirinya. Manusia ditantang dan dirangsang untuk mengungkapkan hal itu mulai
imaginasi maupun pengalamannya (acquired knowledge).
3.
Bacalah! Dan
Tuhanmulah yang paling pemurah, yang mengajarkan manusia dengan perantara
kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Motifasi
yang terkandung dalam ayat ini adalah agar manusia terdorong untuk mengadakan
eksplorasi alam dan sekitarnya dengan kemampuan membaca dan menulisnya.[28]
K. Penutup
Dewasa ini, pentingnya peran dan fungsi kurikulum memang sudah
sangat disadari dalam sistem pendidikan nasional. Ini dikarenakan kurikulum
merupakan alat yang krusial dalam merealisasikan program pendidikan, baik
formal maupun nonformal, sehingga gambaran sistem pendidikan dapat terlihat
jelas dalam kurikulum tersebut. Dengan kata lain sistem kurikulum pada
hakikatnya adalah sistem pendidikan itu sendiri.
Sejalan dengan tuntunan zaman, perkembangan masyarakat, serta
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dunia pendidikan sudah menginjakan
kakinya ke dalam dunia inovasi. Inovasi dapat berjalan dan mencapai sasarannya,
jika program pendidikan tersebut direncanakan dan dilaksanakan sesuai dengan
kondisi dan tuntunan zaman.
Hubungan antara pendidikan dan kurikulum adalah hubungan antara
tujuan da nisi pendidikan. Suatu tujuan baru akan tercapai bila isi pendidikan
tepat dan relevan dengan tujuan tersebut. dengan kata lain bahwa isi yang tepat
atau kurikulum yang sesuai yang akan mengantarkan ke arkea rahapai tujuan
pendidikan.
Tentu bahwa tujuan kurikulum pendidikan agama Islam adalah
membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT disertai dengan akhlaqul
Karimah yang agung, sehingga akan terlahir generasi yang paripurna.
DAFTAR PUSTAKA
Amri,
Sofan, dan Ahmadi, Iif Khoiru, Konstruksi Pengembangan Pembelajaran;
Pengaruhnya Terhadap Mekanisme dan Praktik Kurikulum, (Jakarta : PT.
Prestasi Pustaka Publisher, 2010).
Ahmad,
Dkk, Pengembangan Kurikulum, (Bandung : PT. Pustaka Setia, 1998).
E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2006).
Hamalik, Oemar , Dasar-dasar
Pengembangan Kurikulum, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2007).
------------------------- Manajemen
Pengembangan Kurikulum, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2006).
Himpunan Peraturan
Perundang-undangan, Standar Nasional Pendidikan, Peraturan Pemerintah Nomor
19 Tahun 2005, (Bandung : PT. Fokus Media, 2005).
Langgulung, Hasan, Asas-asas
Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Pustaka al-Husna, 1988).
------------------------- Pendidikan
dan Peradaban Islam, (Jakarta : PT. Pustaka al-Husna).
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum
Pendidikan Agama Islam; di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi,
(Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2005).
Muslihah, Eneng, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : PT.
Diadit Media, 2010).
Muhain dan Mujib, Abdul, Pemikiran
Pendidikan Islam; Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya,
(Bandung : PT. Trigenda Karya, 1993).
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam,
(Jakarta : PT. Kalam Mulia, 2004).
Syaodih, Nana, Sukmadinata, Pengembangan
Kurikulum; Teori dan Praktek, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2006).
[1]
Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten,
Serang, Prodi Pendidikan Agama Islam, Sem III B.
[2]
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum,; Teori dan Praktek,
(Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2006), hal. v
[3]
Sofan Amri, dan Iif Khoiru Ahmadi, Konstruksi Pengembangan Pembelajaran;
Pengaruhnya Terhadap Mekanisme dan Praktik Kurikulum, (Jakarta : PT.
Prestasi Pustaka Publisher, 2010), hal. 61-62
[4]
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam; di Sekolah,
Madrasah, dan Perguruan Tinggi, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2005),
hal. 1
[5] M.
Ahmad, Dkk, Pengembangan Kurikulum, (Bandung : PT. Pustaka Setia, 1998),
hal, 9
[6]
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Kalam Mulia, 2004),
hal. 128
[7]
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam; di Sekolah,
Madrasah, dan Perguruan Tinggi, Op-Cit, hal, 1
[8] E.
Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya, 2006), hal. 46.
[9]
Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya, 2007), hal. 3.
[10] Ibid,
hal. 4.
[11] Ibid,
hal. 5.
[12]
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam; di Sekolah,
Madrasah, dan Perguruan Tinggi, Op-Cit, hal. 2
[13]
Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, (Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya, 2006), hal. 91.
[14]
Muhain dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam; Kajian Filosofis dan
Kerangka Dasar Operasionalisasinya, (Bandung : PT. Trigenda Karya, 1993),
hal. 185
[15]
Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Pustaka
al-Husna, 1988), hal. 303.
[16]
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Op-Cit, hal. 131.
[17] Ibid,
hal. 132.
[18]
Contoh, tasrif, teladan, pedoman; dipakai untuk menunjukan gugusan sistem
pemikiran; bentuk kasus dan pola pemecahannya. Pius A Partanto, M. Dahlan
al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya : PT. Arkola, 1994), hal. 566.
[19]
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam; di Sekolah,
Madrasah, dan Perguruan Tinggi, Op-Cit, hal. 10-11.
[20] Ibid,
hal. 11-12.
[21]
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum,; Teori dan Praktek, Op-Cit,
hal. 155.
[22]
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam; di Sekolah,
Madrasah, dan Perguruan Tinggi, Op-Cit, hal. 12-13.
[23]
Himpunan Peraturan Perundang-undangan, Standar Nasional Pendidikan, Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, (Bandung : PT. Fokus Media, 2005), hal. 98.
[24]
Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, Op-Cit, hal. 187.
[25]
Eneng Muslihah, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Diadit Media,
2010), hal. 73.
[26] Ibid,
hal. 79.
[27]
Hasan Langgulung, Pendidikan dan Peradaban Islam, (Jakarta : PT. Pustaka
al-Husna), hal. 166.
[28]
Eneng Muslihah, Ilmu Pendidikan Islam, Op-Cit, hal. 80-81.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar